Monday, March 2, 2009

memorabilia cybermedia

To the millions who have been drawn into it, the richness and vitality of computer-linked cultures is attractive, even addictive (Howard Rheingold)

Saya sangat bersyukur mengenal internet sejak usia yang masih sangat belia. Ketika teman-teman sebaya saya kala itu belum mengenal dunia maya, saya selangkah lebih dulu sudah berkenalan dengannya. Ketika mereka sudah mengenal namun belum mengkonsumsi internet, maka saya lebih dulu mencicipi candu maya yang luar biasa. Dan ketika mereka mulai mencandu nikmatnya dunia maya, saya bahkan nyaris berada pada titik jenuh bercengkerama dengan mahluk luar biasa yang mampu menghubungkan segalanya tanpa batasan waktu, jarak, hingga benua.

Saya masih ingat ketika pertama kali saya berkenalan dengan internet, saya mulai bercengkerama dengan boleh.com, google.com, yahoo.com, lovemail.com, dan berbagai fitur chatting gila yang ada di MIrc (dan saya tidak pernah lebih dari 15 menit berada di jaringan ini begitu melihat deretan list nama user yang tidak jelas). Saya masih ingat ketika dengan bangganya, saya yang saat itu masih duduk di Sekolah Dasar menuliskan alamat email saya kepada teman-teman saya. Saat itu toh alamat email saya hampir tidak ada gunanya. Teman –teman saya toh kala itu belum mengenal dunia maya.

Perkenalan kedua saya dengan situs-situs lainnya berlangsung setelah itu. Bbc.co.uk, reuters, hingga saking saya bingungnya harus membuka apa, saya nyaris mencatat semua website yang ada di televisi kemudian berkenalan dengan mereka di internet. Perkenalan saya selanjutnya dimulai ketika kakak sepupu saya mengenalkan saya pada friendster di akhir saya duduk di bangku SMP. Kala itu toh juga masih percuma, teman-teman saya sudah mengenal internet namun belum mengenal friendster. Namun ada sebuah pengalaman berkesan bagi saya hingga saat ini kala saya mengenal internet di masa itu. Saya berkenalan dengan seorang teman dari negara tetangga yang hingga kini kami masih sering berkirim kabar melalui email meskipun pada kenyataannya kami belum pernah sekalipun bertatap muka.

Pertemanan saya dengan internet mulai saya jalin kembali setelah teman-teman saya mulai banyak mengenal internet. Saya merasa internet semakin lama semakin ramah, semakin friendly, bahkan semakin baik hati. Teman-teman lama yang entah ada dimana kini saya temukan lewatnya. Kala ini juga saya mulai bersahabat dengan my space, blogspot, wordpress, milis, hingga berbagai messenger dan IM. Namun dasar saya yang gampang bosan, ketika nyaris semua orang di sekeliling saya asyik bercengkerama dengan friendster, saya justru mengalihkan pandangan ke facebook dan hi5. Dan sekarang ketika nyaris semua orang asyik menikmati facebook dan hi5, saya mulai menapaki titik jenuh atas kesemuan yang itu-itu saja.

Saya mulai setuju dengan Rheingold ketika internet menjadi sesuatu yang adiktif. Terbukti, pacar saya dan teman-teman kami jatuh cinta pada sebuah game online bernama “Travian”. Ekstrimnya, beberapa teman kami bahkan rela mengorbankan kuliah demi menikmati saat-saat mereka bercinta dengan Travian. Saya sering mengamati pacar saya bermain Travian, namun entah mengapa hingga saat ini saya bahkan masih belum mengetahui mahluk macam apa yang bersemayam dalam Travian hingga mampu membius perhatian orang-orang di sekeliling saya.

Sebuah celotehan ringan sering saya candakan dengan salah seorang sahabat saya, Ariena melalui yahoo messenger yang paling sering kami akses di tengah malam. Sesama orang yang susah tidur cepat, rasanya yahoo messenger sangat menolong kami. Kami sering sekali bergurau, “Kayaknya besok kalau generasi kita udah pada banyak yang nikah, bakalan ada pergeseran trend deh. Ibu-ibu ngga lagi ngrumpi-ngrumpi di arisan tapi di ym atau milis atau wall fb, terus tar kalo bingung mau masak apa tinggal searching di google, kalau dulu ibu-ibu nonton telenovela pas anaknya tidur, besok kita nonton youtube pas anak-anak kita tidur”. Hmm, saya rasa hal tersebut tidak berlebihan. Saya bahkan memprediksi bahwa mungkin memang hal itu yang mungkin saja terjadi. Ketika dunia maya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan hidup kita kami saat ini, ketika email, milis, google, rapidshare, 4shared, facebook, blog, online newspaper, hingga berbagai fasilitas internet lainnya menjadi sebuah senyawa yang hampir selalu diakses kapanpun dimanapun, maka saya rasa anggapan kami tidak sepenuhnya salah. Pada titik ini, saya menyetujui asumsi yang dibawa oleh sahabat-sahabat saya, internet memang sebuah mambang yang kehadirannya kelak entah menakutkan atau membahagiakan.