Wednesday, April 8, 2009

kuning; sebuah catatan bagi negeriku

Ada yang berbeda dari siang itu dibandingkan dengan siang-siang sebelumnya. Langit yang mendung menandakan bahwa hujan akan segera turun. Akan tetapi, agaknya mendung itu tidak mengurangi hingar bingar orang-orang yang tampaknya sedang mempersiapkan kampanye partai yang pernah berjaya di orde baru. Kendaraan bermotor baik beroda dua maupun empat tampak memenuhi jalan yang saya lewati siang itu hingga sempat menimbulkan kemacetan di tengah mendung yang semakin menghitam.

Saya baru akan pergi ke sebuah Plaza Ambarrukmo ketika sebelumnya saya berpikir untuk menitipkan laptop saya di kantor papa saya karena saya yakin bahwa sebentar lagi hujan akan segera turun dan saya tidak mau mengambil resiko laptop saya kehujanan. Menuju ke arah timur Plaza Ambarrukmo ketika kemacetan kembali terjadi di depan hotel Ambarrukmo yang dulu merupakan salah satu hotel bintang lima yang ada di Yogyakarta. Kemacetan lagi – lagi disebabkan oleh kampanye oleh salah satu caleg. Dugaan saya, parkiran hotel tersebut menjadi arena persiapan kampanye sehingga kemacetan benar – benar tidak bisa terhindarkan lagi. Sekilas saya melihat bagaimana persiapan kampanye yang membuat saya terjebak dalam tiga kemacetan sekaligus dalam satu hari. Satu – persatu iringan motor keluar dari halaman parkir menyusul iringan beberapa delman yang membawa beberapa simpatisan partai yang sudah berkampanye lebih dulu. Di belakang iringan motor tersebut kemudian tampak iringan mobil yang saya turut berpartisipasi dalam kampanye hari itu. Semua saya rasa biasa aja, generic sekali. Tidak ada yang berbeda dengan kampanye partai – partai yang lain, semua sama mulai dari iringan kendaraan, klakson, teriakan yel – yel partai, dan kemacetan yang ditimbulkan.

Semuanya terasa sama di antara warna kuning kampanye tersebut. Akan tetapi, perhatian saya sempat tercuri saat saya melihat seseorang yang sangat berbeda dibandingkan dengan simpatisan partai lainnya. Seorang kakek tua yang saya rasa berusia sekitar 65 – 70 tahun menuntun sepeda tuanya seolah ingin masuk atau sekedar mengintip pelataran parkir dimana sang calon legislatif atau simpatisan partai lainnya bersiap untuk kampanye. Kakek itu tampak sangat ceria memakai sebuah kaus berwarna kuning polos dan menggenggam seikat bunga krisan berwarna kuning yang mencerahkan pandangan saya di tengah mendung yang bersiap memuntahkan hujan. Sejenak saya berpikir, “Inikah simpatisan partai yang sesungguhnya?”

Saya tidak ingin menghakimi partai mana yang terbaik, tulisan saya pun sama sekali bukan bagian dari suksesi kampanye partai politik mana pun. Saya hanya tergelitik, seorang kakek tua datang menuntun sepeda dengan seikat bunga bagi sang calon pemimpin bangsa dari partai yang beliau berikan simpati, bukankah seharusnya mampu menjadi dukungan yang luar biasa bagi seorang kader partai politik? Entah apa yang sebenarnya dipersepsikan oleh sang kakek, tapi saya yakin beliau memiliki alasan sendiri. Bukan tidak mungkin alasan – alasan klasik seperti, “di era partai ini berkuasa, rakyat hidupnya tidak susah. Sembako murah, sekolah mudah”, dan sebagainya kembali diungkapkan. Sejenak saja, marilah kita sedikit menekan ego kita, sedikit saja bersikap jujur bahwa tidak selamanya pemerintahan di era – era dahulu, sejak awal kemerdekaan hingga saat ini memiliki kinerja yang buruk. Pasti tetap ada kebijakan yang membahagiakan rakyat meskipun sedikit saja. Sedikit saja, bersikap rendah hati mengakui bahwa ada yang bisa dipelajari dari pemerintahan terdahulu, sedikit saja menerima bahwa masyarakat Indonesia pernah merasakan sembako murah, sekolah mudah. Itu saja dulu yang kita coba raih lagi bersama – sama. Mengembalikan kejayaan Indonesia, mempertahankannya, kemudian mencoba memajukannya dengan berbagai hal yang lebih baik.

Pemimpin Indonesia, siapa pun beliau selalu luar biasa dan istimewa dengan keistimewaannya sendiri – sendiri. Masyarakat Indonesia, di belahan pulau mana pun adalah masyarakat tahan baja yang mampu meresapi nilai – nilai luhur Pancasila dalam jiwa raganya. Indonesia, dari Sabang sampai Merauke merupakan negara yang luar biasa, zamrud khatulistiwa yang saya yakin akan terus berjaya dengan pemimpin dan masyarakat yang luar biasa dan bersama – sama mampu membangun bangsa.