Saturday, February 20, 2010

grow a day older

It felt unnatural to see you walk out the door. You should never have left. There shouldn't have been a door at all. Perhaps just a medium-sized window so that the air could circulate, not too big, because you wouldn't want the warmth from hours of suffocating bear hugs to escape the room entirely. Before this, I never knew bear hugging could be such a steamy activity. We were like two wrestlers fighting in slow, intense motion. All the yearning and lust converging into one tiny channel. Clammy air and aching muscles are what you're left with afterward. Same result, different methods.


I shut my cell phone with the same careful determination as I would fold my fine silk scarf. Everything related to him must be done with extra caution. His presence has turned me into porcelain doll-fragile, breakable, too fussy to be carried. Within his orbit I was nothing but a flat noodle. It's so hard to breathe. So hard to get out.



(Grow A Day Older, Rectoverso - Dee)
"the secret to happiness is to fact the fact that the world is horrible"

(Bertrand Russel)

Friday, February 12, 2010

Sariwangi, Mari Ngeteh Mari Bicara

Salah satu aspek penting dari pola relasi antar manusia adalah komunikasi. Pada dasarnya, setiap individu menginginkan untuk memiliki relasi yang baik dengan individu lain. Oleh karena itu, komunikasi yang baik dan lancar menjadi salah satu sarana untuk mencapai tujuan atau dalam hal ini adalah mencapai relasi yang baik dengan individu yang lain tersebut. Pemahaman tentang insight ini kemudian dibidik oleh beberapa korporasi bisnis untuk mencapai kepentingan ekonominya. Tidak jarang kampanye yang berbenang merah seputar komunikasi yang mudah dan lancar menjadi salah satu pilihan dalam upayanya memenuhi kepentingan ekonomi tersebut.


Komunikasi sebagai sebuah tema kampanye belakangan marak sekali digunakan oleh korporasi-korporasi raksasa di Indonesia, terutama korporasi-korporasi provider telepon seluler baik yang berbasis GSM maupun CDMA. Melalui berbagai media massa, persaingan antar korporasi ini sangat jelas terlihat terutama jika dilihat dari bagaimana ketatnya persaingan tarif biaya telepon, SMS, koneksi internet hingga kekuatan jangkauan sinyal masing-masing provider. Asumsinya, dengan jangkauan sinyal yang kuat dan tarif yang murah maka setiap individu dapat berkomunikasi dengan lebih lancar dengan individu yang lain. Dari proses komunikasi yang lancar inilah maka dapat dicapai relasi yang baik di antara mereka.


Agaknya urgensi komunikasi sebagai salah satu isu dalam masyarakat kini semakin besar. Salah satu hal sederhana yang mengindikasikan hal tersebut misalnya dapat kita lihat dari banyaknya jumlah kasus perceraian public figure yang disebabkan alasan kurang atau tidak lancarnya proses komunikasi yang terjalin. Selain itu, contoh lain yang mengindikasikan besarnya urgensi komunikasi dalam relasi antar manusia dapat kita lihat dari berbagai versi iklan televisi provider-provider telekomunikasi yang kerap kali menampilkan ilustrasi tentang pasangan laki-laki dan perempuan maupun keluarga yang proses komunikasinya menjadi lebih lancar karena jaringan sinyal yang kuat dan tarif berkomunikasi yang murah. Kesadaran akan semakin besarnya urgensi komunikasi inilah yang kemudian menarik salah satu korporasi non-telekomunikasi untuk membidik nilai-nilai komunikasi dan kehangatan yang tercipta dari komunikasi tersebut sebagai tema kampanyenya.


Sariwangi, salah satu korporasi di bawah brand Unilever yang bergerak dalam bidang minuman di Indonesia adalah korporasi yang membidik nilai-nilai komunikasi sebagai tema kampanyenya. Produsen minuman teh celup dengan berbagai varian ini dengan bangga membidik tema yang sarat dengan nilai-nilai komunikasi dengan kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara”. Kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara” merupakan kampanye yang menitikberatkan pada pentingnya berkomunikasi dengan lancar agar terbina suasana yang hangat dan harmonis dalam keluarga, sesuai dengan target market dari produk ini. Relasi antara produk teh dengan komunikasi disampaikan dengan sebuah edukasi bahwa salah satu cara untuk menciptakan komunikasi yang lancar adalah melalui prosesi minum teh. Hal ini berangkat dari kultur lokal masyarakat Indonesia yang gemar minum teh. Agak berbeda dengan kultur minum teh di Jepang dan negara-negara Asia Timur lainnya dimana prosesi minum teh merupakan prosesi yang sakral, formal, dan panjang maka kultur minum teh di Indonesia lebih kepada prosesi yang santai dan akrab. Dalam kultur Indonesia melalui prosesi minum teh ini pula seluruh anggota keluarga akan berkumpul dan berdialog satu sama lain sehingga tercipta keharmonisan dan kehangatan dalam keluarga tersebut.


Berdasarkan hal tersebut saya menilai bahwa kampanye yang dibidik oleh Sariwangi merupakan kampanye yang cerdas. Berangkat dari kultur masyarakat tentang kebiasaan minum teh yang harmonis dan akrab dalam keluarga, Sariwangi terus menekankan bahwa kondisi tersebut hanya dapat tercapai melalui komunikasi yang lancar di antara masing-masing anggota keluarga yakni melalui prosesi minum teh Sariwangi bersama-sama. Dengan minum teh bersama dalam suasana yang santai dan akrab, maka setiap anggota keluarga akan dapat berkomunikasi satu sama lain dan kehangatan dalam keluarga dapat tercipta.


Kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara” juga merupakan kampanye yang mendukung peran perempuan sebagai inisiator dalam berkomunikasi. Dalam berbagai versi iklan televisinya, Sariwangi selalu konsisten dengan ilustrasi insiatif ibu/istri untuk mengajak ayah/suaminya minum teh bersama saat ingin membicarakan sesuatu. Ilustrasi tersebut sangat jelas mendukung peran perempuan sebagai inisiator dalam berkomunikasi dan sebagai pihak yang dominan dalam mengupayakan terciptanya kehangatan dalam keluarga, tanpa mengabaikan peran anggota-anggota keluarga yang lain dalam upaya serupa.


Mengkaji kampanye Sariwangi “Mari Ngeteh, Mari Bicara” dalam kaitannya dengan kajian ilmu komunikasi, pada dasarnya konsep komunikasi sendiri diklasifikasikan menjadi tiga dimensi yakni komunikasi sebagai sebuah proses (deterministic), komunikasi sebagai (proses) transaksional, dan komunikasi sebagai praktik simbolik. Komunikasi sebagai sebuah proses dimaknai sebagai suatu hal yang bersifat kompleks dan berlangsung secara terus–menerus. Komunikasi sebagai sebuah (proses) transaksional dimaknai sebagai interaksi yang melibatkan proses saling bertukar informasi, saling mempengaruhi (mutual influence), dan saling memberikan respons. Komunikasi sebagai praktik simbolik dimaknai sebagai sebuah konsep yang mengandaikan adanya tanda dan simbol, baik secara verbal maupun nonverbal, yang memiliki acuan tertentu.


Kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara” sesuai dengan ketiga dimensi konsep komunikasi tersebut merupakan sebuah kampanye yang bertolak bahwa komunikasi yang terjalin dalam keluarga merupakan proses yang kompleks dan terjalin secara terus menerus. Begitu pula dalam dimesi (proses) transaksional, dalam komunikasi yang terjadi antar anggota keluarga akan terjadi pertukaran informasi, pertukaran makna, dan saling memberikan respons satu sama lain. Dan terakhir, dalam dimensi praktik simbolik proses komunikasi yang lancar dan akrab dalam keluarga menjadi simbol dari harmonis dan hangatnya keakraban dalam keluarga tersebut.


Referensi:
Katherine Miller. 2002. Communication Theories: Perspectives, Process, and Context. Boston: McGraw Hill.

Album Presiden SBY

Sore ini seperti biasa dalam rangka menghabiskan waktu liburan saya menonton tivi, zapping-zapping program karena nggak ngerti mau nonton apa di jam-jam nanggung seperti ini. Perhatian saya tercuri ketika muncul sebuah pemberitaan di Seputar Indonesia tentang Presiden SBY yang baru-baru ini meluncurkan album dan album tersebut dikaitkan dengan isu pemakzuran. Isu pemakzuran tersebut muncul ditengarai karena adanya aksi damai yang dilakukan oleh suatu organisasi yang menilai gagalnya pemerintahan Presiden SBY dalam 100 hari pertamanya.

Saya tergelitik untuk berkomentar. Pertama, saya menilai bahwa album yang dikeluarkan oleh Presiden SBY sepertinya nggak perlu dikaitkan dengan isu pemakzuran atau apapun. Di masa ini, musik merupakan salah satu media komunikasi antara musisi (baik pencipta maupun penyanyi) untuk berkomunikasi dengan audiensnya. Begitu pula dengan album Presiden SBY. Karya-karya musik yang dihasilkan agaknya merupakan sebuah media untuk berkomunikasi antara Presiden dengan masyarakat Indonesia. Saya sendiri belum mendengar secara utuh semua lagunya, namun sejauh yang saya dengar karya-karya yang dihasilkan oleh Presiden SBY memiliki makna yang kuat tentang bangsa yang tahan banting dan tidak pernah menyerah untuk mencapai suatu tujuan yang baik. Oleh karena itu, isu pemakzuran atau apapun nggak seharusnya dikaitkan. Well, sebagai mahasiswa ilmu komunikasi (yang biasa-biasa saja) saya mengerti tentang konsep agenda setting dalam pemberitaan berita, dan itu nggak salah. Nggak salah juga kalau kemudian pemberitaan album dengan pemakzuran dikait-kaitkan, namun bagi saya sebagai warga Indonesia yang berhak berpendapat ya saya merasa kalau isu pemakzuran dengan album itu nggak related.

Kedua, saya mengutip pendapat Dhidha, pacar saya (dan semua orang sudah tau itu, bukan?) bahwa seorang pemimpin yang terpilih adalah orang yang terbaik di masa itu. I do agree with his opinion. Buat saya Presiden Soekarno adalah orang yang terbaik di masa kepemimpinannya, Presiden Soeharto adalah orang yang terbaik di masa kepemimpinannya, dan seterusnya. Presiden Soekarno dan kebijakan pemerintahannya mungkin tidak akan sebaik Presiden Soeharto jika harus memimpin bangsa Indonesia di era (lupa). Sebaliknya, Presiden Soeharto dan kebijakannya pun mungkin tidak akan sebaik Presiden Soekarno jika harus memimpin bangsa Indonesia di era (lupa juga). Oleh karena itu, saya agak antipati dengan pihak-pihak yang opposite dengan pemerintahan yang berkuasa dengan dasar bahwa pemimpin idaman mereka tidak berhasil memegang tampuk pemerintahan. Saya termasuk tipe warga negara yang siapapun pemimpin negara saya, apakah itu pemimpin idola saya atau bukan ketika beliau terpilih untuk memimpin ya dukunglah kepemimpinannya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya, warga negara yang berjiwa besar adalah warga negara yang menghormati pemimpinnya bukan?

Ketiga, dari sepanjang riwayat bangsa kita sepertinya Presiden SBY begitu kreatif hingga mampu menciptakan karya-karya musik (yang menurut saya bagus kok) di tengah kesibukannya sebagai Presiden. Selain itu, musik itu kan bagian dari seni dimana sifat dari seni itu adalah sense, keindahan, dan menghibur. Artinya, Presiden kita memiliki niat yang baik untuk menghibur masyarakatnya di tengah berbagai rutinitas kehidupan yang ruwet. Sungguh Presiden yang sayang pada masyarakatnya bukan?

MEN'S TRANSLATED LANGUAGE

1. “IT’S A GUY THING”.
Means: “There is no rational thought pattern connected with it and you have no chance at all of making it logical”.
2. “CAN I HELP WITH THE DINNER?”
Means: “Why isn’t it already on the table?”
3. “UH HUH SURE, BABY” OR “YES, BABY”
Means: Absolutely nothing. It’s a conditioned response.
4. “I WAS LISTENING TO YOU. IT’S JUST… I JUST HAVE LOTS OF THINGS ON MY MIND”.
Means: “Is that woman over there wearing a bra?”
5. “TAKE A BREAK, BABY. YOU’RE WORKING TOO HARD”.
Means: “I can’t hear the game over the vacuum cleaner”.
6. “THAT’S INTERESTING, BABY”.
Means: “Are you still talking?”
7. “YOU KNOW HOW BAD MY MEMORY IS”.
Means: “I remember the theme song of the Titanic movie, the address of the other girl, the license plate number of every vehicle I’ve ever owned, but can’t remember your birthday”.
8. “I DON’T KNOW… I WAS JUST THINKING ABOUT YOU AND I GOT YOU THESE ROSES”.
Means: “The girl selling them on the corner was a real babe”.
9. “I’VE GOT MY REASON FOR WHAT I’M DOING”.
Means: “… and I sure hope I think of some soon”.
10. “I HEARD YOU”
Means: “I have no idea what you just said and I’m hoping desperately that I can fake it well enough so that you don’t find out”.
11. “YOU LOOK TERRIFIC”.
Means: “Oh God, please don’t try on MORE clothes”.
12. “I’M NOT LOST. I KNOW EXACTLY WHERE WE ARE”.
Means: “We are hopelessly lost and no one will see us alive again.”