Friday, February 12, 2010

Sariwangi, Mari Ngeteh Mari Bicara

Salah satu aspek penting dari pola relasi antar manusia adalah komunikasi. Pada dasarnya, setiap individu menginginkan untuk memiliki relasi yang baik dengan individu lain. Oleh karena itu, komunikasi yang baik dan lancar menjadi salah satu sarana untuk mencapai tujuan atau dalam hal ini adalah mencapai relasi yang baik dengan individu yang lain tersebut. Pemahaman tentang insight ini kemudian dibidik oleh beberapa korporasi bisnis untuk mencapai kepentingan ekonominya. Tidak jarang kampanye yang berbenang merah seputar komunikasi yang mudah dan lancar menjadi salah satu pilihan dalam upayanya memenuhi kepentingan ekonomi tersebut.


Komunikasi sebagai sebuah tema kampanye belakangan marak sekali digunakan oleh korporasi-korporasi raksasa di Indonesia, terutama korporasi-korporasi provider telepon seluler baik yang berbasis GSM maupun CDMA. Melalui berbagai media massa, persaingan antar korporasi ini sangat jelas terlihat terutama jika dilihat dari bagaimana ketatnya persaingan tarif biaya telepon, SMS, koneksi internet hingga kekuatan jangkauan sinyal masing-masing provider. Asumsinya, dengan jangkauan sinyal yang kuat dan tarif yang murah maka setiap individu dapat berkomunikasi dengan lebih lancar dengan individu yang lain. Dari proses komunikasi yang lancar inilah maka dapat dicapai relasi yang baik di antara mereka.


Agaknya urgensi komunikasi sebagai salah satu isu dalam masyarakat kini semakin besar. Salah satu hal sederhana yang mengindikasikan hal tersebut misalnya dapat kita lihat dari banyaknya jumlah kasus perceraian public figure yang disebabkan alasan kurang atau tidak lancarnya proses komunikasi yang terjalin. Selain itu, contoh lain yang mengindikasikan besarnya urgensi komunikasi dalam relasi antar manusia dapat kita lihat dari berbagai versi iklan televisi provider-provider telekomunikasi yang kerap kali menampilkan ilustrasi tentang pasangan laki-laki dan perempuan maupun keluarga yang proses komunikasinya menjadi lebih lancar karena jaringan sinyal yang kuat dan tarif berkomunikasi yang murah. Kesadaran akan semakin besarnya urgensi komunikasi inilah yang kemudian menarik salah satu korporasi non-telekomunikasi untuk membidik nilai-nilai komunikasi dan kehangatan yang tercipta dari komunikasi tersebut sebagai tema kampanyenya.


Sariwangi, salah satu korporasi di bawah brand Unilever yang bergerak dalam bidang minuman di Indonesia adalah korporasi yang membidik nilai-nilai komunikasi sebagai tema kampanyenya. Produsen minuman teh celup dengan berbagai varian ini dengan bangga membidik tema yang sarat dengan nilai-nilai komunikasi dengan kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara”. Kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara” merupakan kampanye yang menitikberatkan pada pentingnya berkomunikasi dengan lancar agar terbina suasana yang hangat dan harmonis dalam keluarga, sesuai dengan target market dari produk ini. Relasi antara produk teh dengan komunikasi disampaikan dengan sebuah edukasi bahwa salah satu cara untuk menciptakan komunikasi yang lancar adalah melalui prosesi minum teh. Hal ini berangkat dari kultur lokal masyarakat Indonesia yang gemar minum teh. Agak berbeda dengan kultur minum teh di Jepang dan negara-negara Asia Timur lainnya dimana prosesi minum teh merupakan prosesi yang sakral, formal, dan panjang maka kultur minum teh di Indonesia lebih kepada prosesi yang santai dan akrab. Dalam kultur Indonesia melalui prosesi minum teh ini pula seluruh anggota keluarga akan berkumpul dan berdialog satu sama lain sehingga tercipta keharmonisan dan kehangatan dalam keluarga tersebut.


Berdasarkan hal tersebut saya menilai bahwa kampanye yang dibidik oleh Sariwangi merupakan kampanye yang cerdas. Berangkat dari kultur masyarakat tentang kebiasaan minum teh yang harmonis dan akrab dalam keluarga, Sariwangi terus menekankan bahwa kondisi tersebut hanya dapat tercapai melalui komunikasi yang lancar di antara masing-masing anggota keluarga yakni melalui prosesi minum teh Sariwangi bersama-sama. Dengan minum teh bersama dalam suasana yang santai dan akrab, maka setiap anggota keluarga akan dapat berkomunikasi satu sama lain dan kehangatan dalam keluarga dapat tercipta.


Kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara” juga merupakan kampanye yang mendukung peran perempuan sebagai inisiator dalam berkomunikasi. Dalam berbagai versi iklan televisinya, Sariwangi selalu konsisten dengan ilustrasi insiatif ibu/istri untuk mengajak ayah/suaminya minum teh bersama saat ingin membicarakan sesuatu. Ilustrasi tersebut sangat jelas mendukung peran perempuan sebagai inisiator dalam berkomunikasi dan sebagai pihak yang dominan dalam mengupayakan terciptanya kehangatan dalam keluarga, tanpa mengabaikan peran anggota-anggota keluarga yang lain dalam upaya serupa.


Mengkaji kampanye Sariwangi “Mari Ngeteh, Mari Bicara” dalam kaitannya dengan kajian ilmu komunikasi, pada dasarnya konsep komunikasi sendiri diklasifikasikan menjadi tiga dimensi yakni komunikasi sebagai sebuah proses (deterministic), komunikasi sebagai (proses) transaksional, dan komunikasi sebagai praktik simbolik. Komunikasi sebagai sebuah proses dimaknai sebagai suatu hal yang bersifat kompleks dan berlangsung secara terus–menerus. Komunikasi sebagai sebuah (proses) transaksional dimaknai sebagai interaksi yang melibatkan proses saling bertukar informasi, saling mempengaruhi (mutual influence), dan saling memberikan respons. Komunikasi sebagai praktik simbolik dimaknai sebagai sebuah konsep yang mengandaikan adanya tanda dan simbol, baik secara verbal maupun nonverbal, yang memiliki acuan tertentu.


Kampanye “Mari Ngeteh, Mari Bicara” sesuai dengan ketiga dimensi konsep komunikasi tersebut merupakan sebuah kampanye yang bertolak bahwa komunikasi yang terjalin dalam keluarga merupakan proses yang kompleks dan terjalin secara terus menerus. Begitu pula dalam dimesi (proses) transaksional, dalam komunikasi yang terjadi antar anggota keluarga akan terjadi pertukaran informasi, pertukaran makna, dan saling memberikan respons satu sama lain. Dan terakhir, dalam dimensi praktik simbolik proses komunikasi yang lancar dan akrab dalam keluarga menjadi simbol dari harmonis dan hangatnya keakraban dalam keluarga tersebut.


Referensi:
Katherine Miller. 2002. Communication Theories: Perspectives, Process, and Context. Boston: McGraw Hill.

No comments: