Sunday, January 10, 2010

menabung


Siang itu saya pergi menemani mama saya ke salah satu pusat perbelanjaan yang terkenal dengan produk-produk pecah belah dan peralatan rumah tangga. Pusat perbelanjaan tersebut memang menjadi salah satu pusat perbelanjaan terbaik untuk produk-produk kategori ini di kota kami. Sejak perpindahannya ke gedung pertokoan baru (yang –jauh- lebih megah) siang itu adalah pertama kalinya saya mengunjungi toko tersebut. Jujur saja, saya pernah punya pengalaman traumatik dengan toko tersebut. Tepatnya pada saat saya masih super kecil sekali (mungkin sekitar umur 5-6 tahunan), saya pernah iseng memasukkan jari saya ke sebuah mesin pemotong dan tentu saja kuku saya patah dan sukses berdarah-darah. Sejak saat itu jujur saja saya (sampai sekarang) agak ngeri dengan benda-benda tajam.

Okay, lanjut lagi. Saya berkeliling mengamati berbagai perkakas rumah tangga dan perlengkapan pecah belah dengan berbagai variasi bentuk dan warnanya (dan tentu saja harganya). Saya yang menyukai peralatan rumah tangga dan pecah belah macam ini tentu saja sangat bahagia dikelilingi oleh mahluk-mahluk ini. Saya terus berjalan-jalan dan mengamati hingga sampailah saya di bagian penjualan sendok dan garpu (dan teman-temannya). Di sana saya melihat berbagai macam jenis sendok dan garpu dalam segala ukuran, bentuk, bahan, dan (lagi-lagi) harga. Setelah cukup lama melihat-lihat dan bertanya macam-macam kepada pramuniaganya, saya memperoleh satu pelajaran yang menarik, “MENABUNG!”

Mengapa demikian? Bayangkan, jika untuk satu buah sendok makan saja dihargai mulai dari Rp 6.000,00 – Rp 12.000,00 (untuk paket per biji dan bahan stainless steel-perak) maka jika kita ingin membeli selusin setidaknya kita harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 72.000,00 – Rp 144.000,00 dan itu belum termasuk membeli sendok teh, sendok kecil, sendok sayur, garpu (dalam segala jenis), pisau, piring, gelas, dan berbagai perkakas rumah tangga lainnya lalu berapakah biaya yang harus dikeluarkan?

Jika dilandaskan pada hal tersebut, saya tidak heran kalau orang bilang menikah itu super mahal. Pertama, biaya untuk prosesi pernikahan, mengisi perabotan rumah, dan berbagai macam hal lainnya entah berapa nominalnya. Akan tetapi, terlepas dari pernikahan yang super mahal itu, saya belajar satu hal dari perjalanan saya ke pusat perbelanjaan tersebut. “BANG BING BUNG YUK KITA NABUNG!”. Pemikiran saya sederhana saja, kalau saya menabung mulai dari sekarang entah kapan saat saya akan menikah nanti saya sudah bisa beli sendok berlusin-lusin sendiri. Jadi kalau teman-teman yang bisa menemui saya di kehidupan nyata ada yang bertanya, “Sekarang kenapa jadi sering sekali menabung?”, jawaban saya sangat sederhana, “Saya mau nabung buat beli sendok”.

Menabung sendiri menurut saya termasuk pengorbanan. Lho kenapa? Karena saya rasa menabung lebih susah dibandingkan dengan menghabiskan uang bukan? Ketika saya berencana menabung, seringkali godaan datang dalam bentuk diskon gila-gilaan, mendadak harus membeli macam-macam, dan sebagainya. Oleh karena itu, di tengah godaan-godaan duniawi macam itu saya sedang sangat berusaha untuk banyak menabung agar bisa membeli sendok.

Doakan saya ya!