Thursday, January 19, 2012

Skripsi: (Sekedar) Lulus Atau Harga Diri?


Di setiap penghujung semester, euforia deadline pengumpulan skripsi dan kegiatan wisuda seolah sudah menjadi hal biasa bagi para mahasiswa tingkat akhir. Beberapa berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan skripsi mereka, beberapa yang lain sibuk mempersiapkan segala keperluan wisuda. Ketika kata "lulus" telah diucap, semua bersuka cita. Semua tertawa bahagia, meski sesungguhnya perjuangan jelas belum selesai. Proses revisi masih menjadi tugas besar yang harus dijalani. Sayangnya, tidak semua benar-benar memahami esensi proses revisi.

Saya tidak sedang melakukan justifikasi atau mengomentari. Saya hanya sekedar mempertanyakan motivasi. Apa yang sebenarnya ada di benak para mahasiswa ketika berhadapan dengan skripsi? Sekedar lulus atau harga diri?

Saya termasuk salah satu orang yang menikmati proses penyusunan skripsi. Bagi saya, menyusun skripsi merupakan proses pendewasaan diri. Saya melihatnya sebagai sebuah ruang pembelajaran untuk lebih banyak membaca, lebih banyak belajar, lebih banyak bersosialisasi, dan tentunya lebih disiplin terhadap diri. Bukankah musuh terbesar kita adalah diri sendiri?

Saya yakin proses menyusun skripsi akan dimaknai berbeda oleh setiap orang. Beberapa mungkin menganggap skripsi sebagai syarat untuk meraih kelulusan saja. Soal kualitas isi, tempatkan saja di posisi kedua. Alasannya? Tentu beragam. Apakah kondisi ini salah? Tidak. Saya tidak melihat ini sebagai sebuah kesalahan berpikir, hanya perbedaan pandangan saja.

Sementara beberapa orang menyusun skripsi sebagai syarat meraih kelulusan semata, adapula sebagian orang yang menyusun skripsi dilatarbelakangi oleh harga diri. Harga diri di sini tentu maksudnya bukan show off atau pamer saja. Akan tetapi, skripsi ditempatkan sebagai sebuah masterpiece setelah bertahun-tahun menempuh masa perkuliahan. Bagi saya, miris rasanya melihat nilai skripsi yang tidak lebih baik dibandingkan dengan mata kuliah reguler yang ditempuh sebelum menyusun skripsi. Tidak harus nilai sempurna, cukup nilai yang "aman" saja juga sudah cukup. Bagi saya ini cukup menggelikan, padahal tema skripsi jelas dibebaskan sesuai dengan minat dan kemampuan kita. Begitu pula dengan kerangka berpikir, kita dipersilakan untuk mengeksplorasi tema dengan pikiran kita sebebas mungkin. Berbeda pendapat dengan dosen pembimbing? Hmm pernahkan mencoba untuk bernegosiasi, berdebat, atau duduk bersama dan memetakan alur berpikir? Jika dosen pembimbing tidak juga seiring sejalan, pernahkah untuk mencoba mengalah dan memadupadankan kedua pemikiran?

Sekali lagi, saya tidak sedang menjustifikasi atau mengomentari. Saya hanya mempertanyakan motivasi. Tidak ada motivasi yang salah atau benar. Menganggap skripsi sebagai syarat meraih kelulusan, bukan motivasi yang salah. Begitu pula dengan skripsi sebagai sebuah wujud harga diri, tentu juga tidak salah. Ini cuma masalah perbedaan pandangan. Sama tidak salahnya seperti mempertanyakan "lulus tepat waktu" atau "lulus di waktu yang tepat".

No comments: