Wednesday, August 12, 2009

sandiwara kehidupan: pemeran atau sutradara?

Saya adalah seorang anak manja. Saya bertingkah seperti orang dewasa padahal sesungguhnya saya masih seperti anak kecil. Bukan kamuflase maupun sebuah bentuk kepura-puraan. Sandiwara? Bukankah hidup sendiri adalah sandiwara besar. Sedikit orang yang rela menjadi pemeran sementara yang lain baku hantam saling berebut menjadi sutradara, mengira kekuasaan akan mampu menentukan jalan cerita. Kadangkala saya juga berusaha menjadi sutradara, namun ada kalanya saya menjadi pemeran. Sandiwara bukanlah kepura-puraan. Dalam kehidupan agaknya sandiwara menjadi sebuah bentuk pengibaratan, bukan kesemuan.

Menjadi pemeran dalam iming-iming keglamoran agaknya masih kurang menarik dibandingkan dengan iming-iming menjadi penentu cerita. Menjadi dominan, menjadi inti dari para pemain yang berevolusi padanya sesuai dengan orbit yang telah ditentukannya. Mendominasi para pemeran yang penuh dengan keglamoran agaknya menjadi lebih menyenangkan dibandingkan terkungkum dalam keglamoran itu sendiri. Menjadi pemeran, dikenal orang, menjadi pusat perhatian, akankah tidak tampak seperti sebuah etalase? Setiap menjejakkan langkah semua orang memandang. Entah dengan pandangan mengagumi, ingin memiliki, atau bahkan membenci setengah mati. Tidakkah mengerti bahwa diri bukan milik kita sendiri? Menjadi sutradara, dipuja, menentukan alur cerita, berkuasa, membawahi segalanya, akankah tidak tampak mempesona? Semua tunduk dalam genggaman, semua menurut apa yang diperintahkan. Mampukah menjadi sutradara dengan kebesaran hati untuk menghargai segalanya? Tidakkah mengerti bahwa kadangkala keegoisan dan ketamakan meracuni?

Saya tidak akan memberi justifikasi. Pemeran atau sutradara yang lebih baik. Bagi saya, ada kalanya seseorang menjadi pemeran dan ada kalanya seseorang menjadi sutradara. Kadang pun tidak harus berebut, mungkin seleksi alam. Namun ada kalanya sutradara menjadi satu posisi yang dicari, onak berduri pun dilalui. Tidak peduli jurang menjembatani tetap menjadi sutradara adalah sebuah mimpi. Ada kalanya pula mau tidak mau seseorang harus rela menjadi pemeran. Menurut tanpa bisa melawan. Jika melawan sama dengan racun mematikan, lebih baik menurut tanpa resiko hilangnya keglamoran dan pandangan penuh kekaguman.

Agaknya sutradara memang lebih menyenangkan, memerintah dengan sepuas hati, menentukan segalanya dengan dominasi. Sedikit orang yang rela menjadi pemain. Menuruti jalan cerita sang sutradara, menguasai sedikit bagian dari dirinya sendiri. Menjadi manusia biasa, mengikuti seleksi alam. Kadang menjadi sang sutradara, kadang menjadi pemeran cerita. Kadang berkuasa, kadang sedikit tidak berdaya. Tidak perlu baku hantam atau merebut dengan paksa hanya untuk menjadi sutradara. Tunggu saja, seleksi alam berkata dan akan dijumpai masa ketika menjadi pemeran atau sang sutradara.

No comments: