Monday, August 10, 2009

Sinetron Melayu: Dampak Kasus Manohara atau Memang Masanya?

Mencuatnya kisah (dek) Manohara vs Pangeran Kelantan beberapa waktu lalu ternyata menggugah antusiasme yang begitu besar dalam segala bidang. Saya ngga akan komentar soal pendapat saya tentang (katanya dek Manohara) kasus penganiayaan yang dilakukan oleh mantan suaminya itu ke dirinya selama jadi istrinya di Kelantan sana (eh emang udah cerai?). Bukan apa-apa, dulu waktu berita ini mencuat lagi hot-hotnya, saya juga kasian sama si Manohara ini tapi lama kelamaan saya jadi agak kehilangan rasa simpati saya sama dia soalnya dia kaya agak lelet gitu yah ngebuktiin ke masyarakat kalau dia disiksa, buat visum aja deh kayanya lamaaaa banget deh baru akhirnya dia mau visum. Well, saya sudah ngga mau komentar soal kasusnya dia deh, saya mau komentar soal dampaknya si Manohara ini dengan industri persinetronan di Indonesia sekarang (ahaha sok pinter deh aku).

Belakangan ini, kasus Manohara yang menyedihkan itu agaknya seolah dianggap sebagai salah satu hal yang semakin memperuncing pertikaian antara Malaysia-Indonesia yang terjadi belakangan ini. Mulai dari kasus TKI yang disiksa (dan tidak kunjung padam, ibaratnya mati satu tumbuh seribu, kelar satu kasus nongol kasus lain), kebudayaan Indonesia yang katanya diakuisisi sama Malaysia, rebutan pulau Ambalat, nah ketambahan lagi nih kasusnya dek Mano agaknya lengkaplah sudah. Nah, menilik industri persinetronan belakangan ini, agaknya sekarang banyak bermunculan sinetron yang agak "Melayu" gitu. Salah satu stasiun televisi swasta nasional memiliki beberapa judul sinetron yang benar-benar menggunakan aksen Melayu sebagai dialog dalam ceritanya dan judul seperti julukan negara tetangga kita itu, bahkan ada yang jalan ceritanya mirip sekali dengan kasus yang (katanya) dialami sama dek Mano. Bukan apa-apa, tidak masalah memang karena kita memang rumpun Melayu namun hal ini sedikit mengusik benak saya, apakah ini merupakan efek dari kasus Manohara dan berbagai permasalahan kita dengan negara tetangga itu ataukah memang inilah masanya masyarakat menyukai sinetron dengan tipe-tipe cerita seperti itu?

Saya ingat beberapa waktu yang lalu ketika stasiun-stasiun televisi mulai berlomba-lomba memproduksi sinetron mulai dari yang berkala hingga yang striping, agaknya muncul kecenderungan "latah" antara satu dengan yang lainnya. Latah tersebut dapat saya simpulkan dari kemiripan alur cerita, kisah cerita, bahkan judul sinetronnya pun mirip-mirip. Ketika masanya sinetron yang menggunakan nama tokohnya sebagai judulnya booming, hampir bisa dipastikan akan muncul sinetron-sinetron lain yang juga menggunakan nama tokohnya sebagai judul juga. Ibaratnya, satu judul sinetron sukses dengan kisah amnesia, sinetron lain akan amnesia semua. Kecenderungan ini pun agaknya masih berlaku hingga sekarang. Tidak masalah, siapa tau ketularan booming juga kan hehe tapi maaf kita-kita yang nonton tivi nih agak bosen gitu ya liat iklan sinetron judulnya mirip-mirip semua.

Inilah yang kemudian membuat saya berpikir lagi, apakah sinetron-sinetron Melayu ini memang masanya sedang disukai masyarakat atau memang ada korelasinya dengan berbagai kejadian yang terjadi belakangan ini antara negara kita dengan Malaysia. Saya kurang tahu pasti, akan tetapi kalau saya mengambil teori agenda setting, dimana media memiliki kekuatan untuk mengarahkan atensi masyarakat terhadap sebuah isu tertentu, agaknya berbagai kejadian yang terjadi antara negara kita dan negeri tetangga itu mampu menjadi sebuah isu yang "diarahkan" oleh media kepada kita. Isu tersebut menjadi sebuah topik yang terus menerus dibahas sehingga masyarakat sebagai audiens media menganggap isu tersebut merupakan isu sentral dan sebagai efek psikologisnya (mungkin) akan muncul rasa simpati atau sense of belonging dengan isu yang disampaikan itu. Sebagai sebuah industri, media tentunya berorientasi pada aspek komersial dimana isu yang sedang berkembang tersebut "dimanfaatkan" untuk menghasilkan keuntungan komersial yang cukup besar. Sehingga (mungkin) muncullah berbagai jenis sinetron menyentuh hati dengan setting Melayu yang belakangan ini sedang hot-hotnya di masyarakat. Dari kedua asumsi saya tersebut, agaknya keduanya masuk akal dan berkaitan. Berbagai kejadian dengan negara tetangga tersebut merupakan isu sentral yang dalam dunia industri media diolah menjadi sebuah komoditi komersial dalam wujud sinetron-sinetron yang berlatarkan Melayu karena memang inilah masanya masyarakat sedang menyaksikan berbagai kejadian yang berkaitan dengan Melayu. Di sisi lain, kejadian-kejadian tersebut memang menjadi isu yang happening di kalangan masyarakat kita dewasa ini.

Tidak ada yang salah dengan hal itu, semuanya sah-sah saja dalam dunia industri. Mari kita selanjutnya lihat, hal apa lagikah yang kemudian akan menjadi isu sentral dalam masyarakat kita?

No comments: